Kamis, 02 Agustus 2012

Surat Untuk Ghe

Selamat sore, Ghe. Jika saat membaca ini ternyata belum sore, masukkan lagi ke dalam amplop, bacalah nanti ketika bayanganmu telah lebih tinggi darimu, ya.

Apa? Kau bertanya-tanya ya, kenapa harus ketika sore Kau membaca surat ini? Baiklah, Aku takut Kau kesal lalu malah membuang dua lembar kertas yang beruntung dari hampir seperempat rim di dalam meja kerjaku ini ke tempat sampah. Lebih parahnya Kau meremas-remasnya dulu lalu melempar dengan kesal kesembarang arah. Aku hanya takut, seseorang menemukannya lalu akan ada yang mengembalikannya padamu dalam bentuk sudah remasan. Tidak sopan, bukan?

Ah. Kenapa Aku membahas kertas ini?

Aku tadi ingin bercerita kenapa harus sore ya? Kamu tidak curiga Aku hanya akan mengulur-ngulur kalimat yang sebenarnya isi suratku nanti cuma memberitahu perihal sore ini, ya? Ah. Lihatlah Aku mengalihkannya kepertanyaan lain. Aku banyak sekali bertanya padamu. Padahal semasa menjumpaimu, Aku malas sekali menanyakan satu hal-pun padamu.

GHE, MASA KAU TIDAK  INGAT MENGAPA HARUS SORE??

Maaf, Aku sengaja menulis besar-besar, Kuharap Kau bisa membayangkan bagaimana suaraku yang menyeruak kemana-mana dalam satu kalimat tadi, bola mataku yang membesar lalu memelototimu dan Aku yang memasang wajah marah kearahmu. Ah. Kau sudah lupa ya? Lupa bagian sore atau lupa wajahku, Ghe?

Aku ingin melampirkan selembar foto terbaruku tapi takut nanti ada seorang gadis yang ternyata tengah bersamamu saat Kau membuka amplop ini dan menemukan fotoku terjatuh, Aku takut dia nanti marah lalu itu membuatmu gusar padaku. Padahal Aku hanya ingin memberitahumu, wajah yang dulu hanya pernah tersentuh matamu saja itu belum banyak berubah. Tidak. Aku tidak bertambah cantik. Tapi, Kau juga jangan bilang Aku bertambah jelek sejak sore itu.

Nah. Kau ingat, kan? Ya ! SORE. Sore itu Ghe.

Sore pertama kita bertemu dengan kaos yang berwarna sama. Ya ampun. Aku ketauan sekali mengingat hal seperti ini ya, Ghe. Kau padahal pasti sejak awal  tidak menganggap itu cukup penting untuk diingat,kan? Iya. Itu sore pertama kita berjalan berdua disepanjang gang sempit dari kos lamaku menuju kos baru. Kita berdiam saja sepanjang jalan lenggang sempit itu. Tentu saja. Itu pertama kalinya bukan, kita sedekat itu. Aku dan Kau, kita hanya tau nama masing-masing. Tidak lebih.

Lalu sore terakhir kita itu, Ghe. Sore terakhir Kau berdiri di depan kos baruku setelah lumayan lama kita tidak bertemu, Kau berdiri hanya untuk menanyakan tentang Bosmu. Ya. Kekasihku saat itu.
Lalu setelah itu, kita tak pernah bertemu bahkan hingga surat ini sampai padamu, lihatlah, perangko yang kutempelkan di amplop ini. cukup menjelaskan sudah berapa lama kita tak bertemu, bukan?

Mengapa Aku ingin Kau membacanya sore? itu karena Aku tidak ingin melukai pagimu, siang, senjamu atau malammu. Cukup pada sore hari saja Kau mengingat Aku yang mungkin menyakitkan bagimu.

Ghe, Kau pergi kenapa? Kau marah kenapa? Kau membiarkanku menduga-duga banyak hal, Kau tahu?! Tanpa penjelasan sama sekali !

Kau tidak bisa memaafkanku? Lihatlah Ghe. Dari dulu Kau tidak pernah mampu. Itulah kenapa sebab Aku tak mungkin meninggalkanmu dan yang Kubisa adalah menanggalkan perasaanku padamu.  Itu karena Aku harus melanjutkan hidupku. Bukan membiarkan Aku mezombie dengan terus mengharapmu mampu memahamiku, mampu menyudahi penantianku, mampu memelukku tanpa ragu, mampu meninggalkannya bukan hanya menanggalkan rasamu itu padanya, mampu berkata tegas tanpa sedebupun ragu bahwa KAU MENCINTAIKU, Ghe.

Kau itu lelaki Ghe. Aku tau mendua adalah kecenderunganmu. Tetapi, ragu juga bukanlah kebenaran untuk Pria seusiamu saat itu. Kalau Kau memang ingin mendua saat itu, setidaknya Kau tetap bisa tanpa ragu tidak perlu dengan suara lantang, cukup lirih tapi pasti Kau bilang saja Kau mencintaiku dan Velsha. Kau tau, bahkan Aku saat itu mungkin tidak akan menanggalkan perasaanku hanya karena harus berdesakan bersama Velsha didalam hatimu itu.

Apa kau masih seperti yang kukatakan tadi? Aku mendengar Kau telah meninggalkan Velsha, tapi Aku yakin Kau tak sepenuhnya menanggalkan perasaanmu padanya. Kau tau. Itulah masalahmu. Kau tak pernah mampu menyelesaikan segala sesuatu.

Kau kesal untuk apa Aku mengguruimu sok tau tentangmu yang hanya kuduga-duga ini? Kau salah Ghe. Aku mengenalmu. Lama sekali. Kau itu bahkan sampai tak mampu mengenal dirimu sendiri,ya? Berubahlah, Ghe. Berubahlah jika Kau memang tak suka dengan kebahagiaanku kini hingga Kau berlari jauh, jauh sekali dariku. Tidak. Aku tidak akan memikirkan untuk memulai rasa padamu lagi, jika Kau telah berubah nanti. Sungguh tidak.

Lalu untuk apa aku menulis surat ini?

Oh Tuhan. Ghe, tidakkah sekali saja kau merasa, rindu padaku?
          Sore, di Kota yang merindukan hujan.
          Lupita.

Velsha meletakkan surat yang tergeletak diatas meja kerja Ghe. Ada yang terasa ngilu di dada sebelah kirinya, ada air asin terasa dipencecapnya ketika dia mencoba tersenyum saat meletakkan dua lembar kertas itu ke atas meja. Pandangannya menyeruak ruangan tempat mantan kekasihnya itu biasa bekerja hingga larut. Dia menarik nafas panjang, memandang keluar jendela. meski sudah sepuluh menit yang lalu, tapi dia seperti masih melihat bayangan Ghe berlari di halaman. Ghe, keluar tanpa pamit dengan tergesa sepuluh menit yang lalu. Mungkin setelah membaca surat dari Lupita, seseorang yang pernah menjadi sahabatnya.

Aku juga ingin menulis sesuatu untukmu. Tetapi apa jika tulisanku sepanjang Lupita, Kau juga akan segera berlari menemuiku lalu memelukku erat sekali? Dan akan mengatakan padaku, Aku mencintaimu Velsha.
Tetapi, Ghe. Aku akan meninggalkanmu dan menanggalkan perasaanku. Sebab Aku sudah mencoba sejak bertahun-tahun lalu, untuk berbagimu dengan Lupita. Tetapi ternyata, Aku tak bisa jika Kau ajak berdesakan dengan seseorang yang pernah menjadi sahabatku itu. jadi ketika Kau berniat kembali dan menjelaskan sesuatu untukku, Kuharap itu bukan Kau dan Lupita yang telah berjanji menentukan tanggal bahagia kalian. Jika itu yang ingin Kau katakan, Kau hanya akan menemukanku  dalam ingatanmu saja.
Aku masih mencintaimu, Ghe. tetapi setahuku, cinta itu berdua. Bukan mendua )*. sebab itu, Aku dan perasaanku memilih pergi darimu.
          Evelsha.

Rumah itu kosong. Hanya tinggal dua buah surat yang seperti saling tatap diatas meja kerja lelaki yang bulan depan akan genap berusia kepala tiga itu. Dua buah surat yang seperti merewind penulisnya yang memutuskan berpisah hanya dengan saling tatap dan senyuman diujung pertemuan yang belum pernah ada perjumpaan lagi itu.

)* diambil dari kalimat Zarry Hendrik.