Rabu, 31 Oktober 2012

...

Salah satu yang tak bisa dihindari ketika rindu berhasil menjalar keseluruh pembuluh darah itu ya menjadi mendidihnya suhu kebawelan. Jadi tolong, kalau tiba-tiba mulutku merepet sana sini - seperti ibu kos yang tagihan listriknya mendadak melonjak naik- pastikan dulu apakah kau merasakan aku merindukanmu?

...

Aku bersumpah tidak pernah menggiringmu untuk masuk dalam kesalahan-kesalahan agar Aku mampu punya kuasa untuk menyalahkanmu, punya kuasa untuk memaafkanmu, punya kuasa atasmu. Sungguh.
 
ini semua hanya karena aku yang tak tau diri.
Aku merasa Aku berhak tau segalanya tentang hidupmu. sehingga Aku mematrikan dalam pikiranku bahwa aku berhak mendengar segala sesuatu yang ingin kau bagi dari benakmu ke benak orang lain . Iya. Aku lupa satu hal.  Bahwa punya telinga bukan berarti layak diperdengarkan segala sesuatu. Aku juga lupa bahwa Aku ini relatifitas . Ada beberapa hal yang Aku tak layak mendengarkannya dari mulutmu langsung. Ada hal yang Aku tak layak dapatkan dari kecamuk-kecamuk di benakmu. Sekalipun Aku ingin. Sekalipun Aku yakin . Sekalipun Aku bersikeras untuk bisa menyimpan segalanya dalam diriku.
semua karena pikiran yang tak tau diri ini. .
Aku menelan mentah-mentah saja kalimatmu bahwa Kau selalu memikirkanku, menghawatirkanmu, setiap waktu. Ya. Aku mendengar. Aku tersenyum. Aku bisa melihat hatiku merekah seperti bunga pukul empat sehabis Ashar begitu menerima kalimatmu itu. Lalu Aku dengan cepatnya membuat suatu doktrin yang kemudian Aku percayai sekali bahwa setiap perputaran detiknya Aku ada di pikiranmu dan alam cemasmu. Ya. Tak tau diri sekali memang aku kemudian tidak ingat bahwa sebelum bertemu denganku, sebelum Aku pernah ada di hidupmu waktu itu, telah banyak senyuman, tangisan, tawa, kemurungan, pelukan, genggaman yang menguasaimu, menguasai waktumu, jauh sebelum Aku, jauh sebelum Kau berfikir akan mengatakan kalimat awal tadi padaku. Ya. Aku lupa semua itu.
Yang fatal dari semuanya adalah. Aku lupa, aku, kamu, kita. semua hanya kesementaraan. 
 Ya. aku ini kesementaraan. sesuatu yang akan hilang suatu saat nanti. tidak kekal. tak abadi. 
 
Aku sungguh tak tau diri bahkan berani menghakimimu untuk sesuatu yang bukan salahmu hanya karena Aku merasa menguasaimu, memilikimu sepenuhnya, selamanya.

siapalah yang menguasaiku hingga membuatku selama ini menjadi tak tau diri sekali?
beberapa kali coba kutanyakan baik-baik pada segenap yang ada diseluruh diriku. Aku mencurigai setan yang sudah terlebih dahulu membisikkan kelupaan kepadaku sebelum amarah.Ya.  Aku mencurigai semua, dari setan hingga kita.
 
jadi jangan meminta maaf. semua bukan salahmu. aku yang salah. aku yang selama ini tak tau diri. tak tau sendiri siapa aku ini. aku di kuasai kelupaan yang fatal. bukan sekedar dimana aku meletakkan cangkirku tadi tetapi aku lupa siapa aku ini.

Kuta, 11 Oktober 2002
Kartika.

Rendani membuka lembaran kedua di genggamannya. mulai mendongkak untuk menahan air mata meskipun sebenarnya tak ada satu manusiapun yang memergokinya di dalam rumah kosong yang sudah tak berpenghuni selama 9 tahun itu. dengan hati-hati dia membuka kertas yang sedari tadi sudah dilapnya dari debu, warnanya sama dengan kertas pertama, hampir kuning.

jangan terkejut ya, surat ini harus terpisah.harusnya aku tempel saja bersama surat kemari itu. aku telat menyadarinya. telat sekali. ya. mungkin aku kelupaan lagi. tetapi kemudian aku tersadar satu hal. bahwa itu semua bukannya aku ini tak tau diri. juga bukan aku ingin membela diri. bukan seperti aku kelabakan atas pengakuan kesalahku kemarin. bukan, tapi aku menyadari satu hal. bahwa semenjak mengenalmu aku memang merasa terkadang segalanya sudah benar padahal mungkin tidak. mungkin aku pelupa, mungkin aku bodoh, mungkin aku ceroboh, mungkin aku ... semua kemungkinan yang selalu terlambat kusadari itu, semuanya, sesuatu yang hanya terjadi dan terampuni dalam cinta.
jadi sebenarnya dua lembar suratku ini isinya hanya satu saja. cinta. dari sana bermuasal dari sana bermuara pula. iya. cinta, rendani. cinta. bagaimana aku bisa lupa yang satu ini.
Kuta, 12 Oktober 2002
Kartika.

12 Oktober 2002. barangkali ribuan orang diluar sana ingat betul ini bukan sembarang runutan tanggalan saja. barangkali masih teringat apa yang terjadi di jl. legian pukul 23.00 malam tanggal 12 itu di sana. Kartika bekerja di salah satu cafe disana. shift malam. dan malam itu sebelum sempat paginya dia memberikan suratnya kepada rendani, yang dua hari ini menjadi berbeda sikapnya padanya entah karena apa. Rendani tidak pernah seperti itu sebelumnya. membuat Kartika menjadi begitu bersalah saat tiba-tiba pria itu mengiriminya pesan meminta maaf. Kartika takut sekali. tak ada firasat apapun selain perasaan bersalah yang tak tau dari mana datang menyerangnya bertubi-tubi setiap malam itu.Kartika, dia tak pernah tau, Rendani berfirasat, segala kesementaraan itu telah terasa semakin dekat. Kartika akan hilang darinya. Rendani hanya ingin meminta maaf saja. entah. untuk kesalahan yang mana. 

dan pagi itu saat dia menyalakan TV di Apartementnya, saat dia sedang mengaduk cangkir kopinya sebuah suara yang berasal dari TV menyentaknya hingga menjatuhkan cangkirnya ke lantai. pecah. tak sepecah hatinya saat itu. tak seberantakan perasaannya seketika itu.dan semuanya seperti berkesudahan saat nama Desak Kartika Ayu berada dalam daftar 202 korban meninggal. dunianya seperti pelan-pelan tenggelam.

dan kini, 10 tahun semuanya berlalu, kaki Rendani baru mampu melangkah ke rumah Kartika yang sendirian saja hidup di Kuta semenjak seluruh keluarganya meninggal di sebuah desa di Nusa Tenggara Barat hanya karena masala sepele. masalah keterbelakangan pendidikan. yang memacu saling tuduh tanpa penyelesaian mufakat .

ya. kesementaraan ini terlalu kentara. rasanya lebih lama dia kehilangan Kartika dibanding bersamanya. kebersamaan bersama Kartika yang hanyalah kesementaraan. kehilangannya terasa begitu kekal. hingga sepuluh tahun, dan dia masih belum mampu menahan tangis membaca tulisan tangan kekasihnya itu.


  
  

 
  
                                                                               

Selasa, 30 Oktober 2012

kalah

Di belakang tembok yang sedang kupunggungi sedang menari ribuan rintik air dari langit diatas tanah. mereka berdansa menggumam nada bersahutan. suaranya gemerincing, suaranya dingin, suaranya merambatkan sunyi. 
Bising yang sedari tadi menarik kaki untuk menghentak dan menyihir bibir yang  menggumam mengikuti suara dari dalam benda balok berlayar terang 30 sentimeter dari mataku ini seketika lumpuh. kalah dengan tarian magis air yang hanya dilihat oleh telingaku itu.
segalanya mendadak sunyi. aku tidak suka dengan sunyi pada sore hari menjelang senja seperti ini. 
biasanya dia menghanyutkan banyak sekali rindu dari segala muara.
dan apalagi sore hari yang sunyi karena tarian air langit yang merenggut senja. langit menggelap, dingin mengepung, suara alam menggema disegala sudut. bukan hanya menghanyutkan, dia akan membanjiriku dengan, rindu.
iya. segala kata yang kutata sedari awal tadi sebenarnya hanya caraku menjelaskan bahwa,
sore ini aku telah kalah pada rindu.

...

" Gue baru tau kenapa Tuhan menciptakan manusia itu tidak ada yang sempurna, karena DIA juga akan menciptakan manusia lain yang akan menjadi pasangan hidup kita dan akan mengisi ketidak sempurnaan masing-masing. agar menjadi satu bagian yang tak terpisahkan, saling mengisi kekurangan sehingga menjadi sesuatu yang utuh. Sempurna "  - Marsha Timothy dan Vino Giovanni Bastian.

Minggu, 09 September 2012

...

aku pernah berjanji, jika kamu datang, aku tidak akan pernah bertanya kenapa baru sekarang. aku pernah bersumpah , jika kamu datang, aku tenang )*
aku boleh memuji diri sendiri, disana , ditempat kita pertamakali dipertemukan kembali, akhirnya aku tau aku bukan seorang pengingkar. ya. aku merasa tenang. seperti tidak perlu ada apa-apa yang terucap untuk saling terlihat dekat. sungguh, aku tenang. bahkan saat mengingat aku yang sedang bersamamu, seperti saat ini.

)* jika kamu datang, sadgenic book, rahne.

Surat Cinta Sang Perwira

Maret, bulan masih malu untuk utuh.

aku duduk memandang bulan. dia masih malu. belum penuh. seperti engkau yang dulu masih malu. belum mau sepenuhnya kusebut kekasih itu. padahal aku, bisa saja memilikimu malam itu juga. saat aku berteriak dengan keras di depanmu. didepan tubuh penuh lebam bekas amarahku yang tak bisa lagi kutahan itu. kau masih ingat itu bukan, kekasihku yang ayu? wajah kaget dan takutmu dengan suara lantangku malam itu, tertutup dengan airmata yang membuatku lega dengan senyum tipis sedetikmu diujung sekaan air matamu itu, dinda. iya. akupun masih ingat kalimatku " Bahkan, Aku berani menyeret penghulu untuk menikahkan kita sekarang juga disaksikan bedebah yang malam ini menidurimu itu !" dindaku, sungguh, sedikitpun itu bukan sekedar amarah seorang lelaki yang buncah karena melihat wanita yang dikasihinya telah bercumbu dengan lelaki bajingan didepan matanya sendiri. malam itu, aku sebenarnya berjanji. janji yang ternyata tak mau kau tagih padaku. dinda, kekasihmu ini rindu sekali padamu.

Maret, purnama itu indah sekali.

kau membalas suratku? sungguh. aku tau, sulit sekali pasti mengirimkannya ke tempat ini. mungkin ini bukan surat balasan pertamamu. aku yakin pasti sudah banyak surat yang ingin kau kirimi untuk kangmasmu ini. Kau risau akan apa, dindaku? ada yang mengusikmu lagi? dinda, Nanti, jika masalalu kembali mengusikmu, berteriaklah sampai lepas semua bayangan yang menempel di nadimu itu. dan aku akan memastikan, saat itu kau ada dipelukanku ! Ya, bahkan doa-doaku dari jauh ini sanggup memelukmu erat sehangat lenganku.
Dinda. aku tau kau pasti percaya jika kubilang, aku bisa saja membunuh semua keparat. semua lelaki bedebah yang pernah menidurimu seperti kau itu jalang yang diam saja ketika paras ayumu itu dilempari mereka dengan uang kotor najis itu ! Tetapi kekasihku, sebelum itu aku lebih ingin membunuh semua kenangan pahit yang dipalukan hidup pada pembuluh darahmu itu. karena aku tau, itu lebih menyakiti dan menakutimu sepanjang hidup dibanding bayangan wajah-wajah para hidung belang sialan itu .
untuk melakukan itu, aku tak punya banyak kekuatan jika kau tak membantuku, sayang. dindaku yang ayu, bantu aku membunuh semua kepahitan hidupmu dimasalalu itu dengan tersenyum menatap masa depan. ya. senyummu yang meruntuhkan hatiku sejak pertama melihatmu itu adalah kekuatan maha dahsyatmu. kangmasmu ini rindu, rindu senyummu itu. selipkanlah fotomu sedang tersenyum, semoga Tuhan berbaik hati mengijinkannya sampai ke tenda ditengah hutan ini, sayang.

Maret, hari ke 29.

aku tak sabar menunggu foto itu. tapi seperti biasa, aku tidak tau apakah suratku sampai, bahkan suratku diawal bulan yang lalu aku tidak tahu apakah sudah sampai ditanganmu? tetapi dinda, aku mendapati surat terbarumu. kita harusnya menuliskan tanggal dan menomorinya mungkin, biar aku tau apakah suratmu yang sampai padaku ini balasan suratku yang mana. tapi jika kau tak setuju tak apa, tak masalah surat mana yang kuterima, membaca pesanmu apapun itu juga sudah mampu membuatku bernafas lega sepanjang hidup ditengah deru meriam ini.
Dinda, kau berpindah rumah lagi? aku membaca alamat terakhirmu. mungkin suratku bulan lalu tak akan pernah sampai di tanganmu jika kau sudah berpindah rumah. atau ini alamat tempat kerja barumu? kenapa? mulut para tetangga atau rekan kerja  kembali mengusikmu? apa yang mereka bicarakan? kesucian lagi? demi Tuhan, Dinda. jangan bicara tentang kesucian dihadapanku. serendah muntahan yang dilemparkan orang ketempat sampah paling menjijikkan di kota paling kotor pun, sesering para lelaki memakimu anjing dan meludahimu sambil melemparimu uang najis itu, secerewet mulut tetanggamu dan para rekan kerjamu yang mengutukimu agar kau dirajam dineraka seperti lirihmu bercerita tentang itu dalam deraian airmata dihadapanku dulu, tetap saja, dari rahimmu itu nanti akan lahir anak-anakku yang nanti akan rela meminum air basuhan kakimu. jadi, Dindaku yang ayu, sungguh. tak pantas lagi kau tangisi cercaan sekitarmu tentang masalalumu. kau kini bukanlah wanita yang pantas di cerca seperti itu. kau sudah menjadi wanita ayu yang mencoba memperbaiki segalanya. kau sekarang adalah wanita yang akan melahirkan anak-anak yang kelak akan para pencecar itu hormati ketika lewat dihadapan mereka. percayalah padaku, Dinda. tersenyumlah, perlihatkan surga kecil yang selama ini aku lihat dari bibir manismu itu.

Juni. tanggal 15.

Adinda. surat terakhirmu itu. sungguh, demi yang Maha Menggantikan rembulan dengan fajar, itu membuat seluruh hutan serasa hening. aku hanya dapat mendengar suara airmata yang jatuh. karena degupku pun serasa berhenti saat itu. kenapa kau menangis dalam surat itu? jangan menangisi kepantasan, sayangku. itu sungguh mengiris hatiku sampai habis. mungkin meriam nuklir yang disiapkan musuh diluar sana akan sanggup menghancurkan ragaku dengan cepat, tetapi tangisanmu tentang kepantasan untuk kucintai jauh lebih cepat meremukkan hatiku hingga menjadi debu. 
sungguh, kita tak berbeda jika kau tak pernah bertemu para bedebah itu sayang. kita ini sama. jika kau menghinakan dirimu, akupun hina dimata musuhku. jika kau merendahkan dirimu, aku pun rendah dimata penguasaku. sungguh kita ini sama wahai engkau yang ditiitipi lukisan seindah langit sore dalam sekali tarikan bibirmu itu. berhentilah. berhentilah menangisi kepantasan lalu memintaku untuk meninggalkanmu. Demi Tuhan yang Maha Pemberi maaf pada para pendosa yang bertaubat, sungguh, sehelaan nafaspun aku tak ingin meninggalkanmu. tetaplah menjadi kau yang sekarang. yang tidak takut pada cercaan. yang percaya aku akan kembali, menggenggam tanganmu setelah mengucap janji pada Tuhan di depan penghulu. jadilah kekasihku yang percaya kita akan segera berada di tengah tawa bocah-bocah lucu yang berlarian dalam rumah kecil kita yang jauh dari segala masalalu kita kelak. berjanjilah. jangan lagi menangisi kepantasan. sungguh. kalau kau tak pantas, Tuhan tak akan sengaja mempertemukan kita, sejauh ini.

Agustus, tanggal 23.

iya. negera kita akhirnya merdeka. musuh telah kalah. Tuhan Maha Baik dan Adil. segala doa-doa disujud pada malam-malam yang mencekam itu terkabul. kau senang, sayang? iya. akhirnya aku akan pulang. kita akan segera bertemu. segalanya tak pernah ada yang sia-sia. aku sampai kebingungan kata-kata untuk bersyukur lagi kepada Tuhan. 
sayang. bertemu denganmu dan lalu jatuh cinta itu juga kemerdekaan bagi hatiku . maka itu, ragaku berjuang demi negara dan hatiku berjuang demi bertemu lagi denganmu. dan segalanya terasa benar sekarang. 


ketika sebuah pertanyaan tentang cinta ditanyakan pada banyak sekali kepala.

Bagaimana menurutmu tentang dua pasang mata yang tak pernah bertatap lalu jatuh cinta ? 
Ya, aneh. Ya, mustahil. Ya, kesementaraan. Ya, benar, lelucon. Ya ya ya, ketergesaan. Ya, baiklah, boleh juga dibilang kesemuan dari nafsu yang menggebu. Keputusasaan. Apa? oh ya, hanya dipas-paskan. Emm.. oke, itu hanya tidak akan bertahan lama. Ah. Iyasih, nanti juga cepat bosan. Hemmm.. bisa juga, begitu ketemu segalanya berkesudahan. Nah, kan. Bisa saja, bukan? Hah? kau menganggapnya itu benar-benar ada? Ah. Kau bijak sekali mengatakan itu kesengajaan Tuhan, bener, mana kita tahu, ya? Wah.. iyasih, cinta buta. Haha.
Tunggu ... hei, setahuku semua yang tadi dibilang bukankah itu ada dalam cinta?

Kamis, 02 Agustus 2012

Surat Untuk Ghe

Selamat sore, Ghe. Jika saat membaca ini ternyata belum sore, masukkan lagi ke dalam amplop, bacalah nanti ketika bayanganmu telah lebih tinggi darimu, ya.

Apa? Kau bertanya-tanya ya, kenapa harus ketika sore Kau membaca surat ini? Baiklah, Aku takut Kau kesal lalu malah membuang dua lembar kertas yang beruntung dari hampir seperempat rim di dalam meja kerjaku ini ke tempat sampah. Lebih parahnya Kau meremas-remasnya dulu lalu melempar dengan kesal kesembarang arah. Aku hanya takut, seseorang menemukannya lalu akan ada yang mengembalikannya padamu dalam bentuk sudah remasan. Tidak sopan, bukan?

Ah. Kenapa Aku membahas kertas ini?

Aku tadi ingin bercerita kenapa harus sore ya? Kamu tidak curiga Aku hanya akan mengulur-ngulur kalimat yang sebenarnya isi suratku nanti cuma memberitahu perihal sore ini, ya? Ah. Lihatlah Aku mengalihkannya kepertanyaan lain. Aku banyak sekali bertanya padamu. Padahal semasa menjumpaimu, Aku malas sekali menanyakan satu hal-pun padamu.

GHE, MASA KAU TIDAK  INGAT MENGAPA HARUS SORE??

Maaf, Aku sengaja menulis besar-besar, Kuharap Kau bisa membayangkan bagaimana suaraku yang menyeruak kemana-mana dalam satu kalimat tadi, bola mataku yang membesar lalu memelototimu dan Aku yang memasang wajah marah kearahmu. Ah. Kau sudah lupa ya? Lupa bagian sore atau lupa wajahku, Ghe?

Aku ingin melampirkan selembar foto terbaruku tapi takut nanti ada seorang gadis yang ternyata tengah bersamamu saat Kau membuka amplop ini dan menemukan fotoku terjatuh, Aku takut dia nanti marah lalu itu membuatmu gusar padaku. Padahal Aku hanya ingin memberitahumu, wajah yang dulu hanya pernah tersentuh matamu saja itu belum banyak berubah. Tidak. Aku tidak bertambah cantik. Tapi, Kau juga jangan bilang Aku bertambah jelek sejak sore itu.

Nah. Kau ingat, kan? Ya ! SORE. Sore itu Ghe.

Sore pertama kita bertemu dengan kaos yang berwarna sama. Ya ampun. Aku ketauan sekali mengingat hal seperti ini ya, Ghe. Kau padahal pasti sejak awal  tidak menganggap itu cukup penting untuk diingat,kan? Iya. Itu sore pertama kita berjalan berdua disepanjang gang sempit dari kos lamaku menuju kos baru. Kita berdiam saja sepanjang jalan lenggang sempit itu. Tentu saja. Itu pertama kalinya bukan, kita sedekat itu. Aku dan Kau, kita hanya tau nama masing-masing. Tidak lebih.

Lalu sore terakhir kita itu, Ghe. Sore terakhir Kau berdiri di depan kos baruku setelah lumayan lama kita tidak bertemu, Kau berdiri hanya untuk menanyakan tentang Bosmu. Ya. Kekasihku saat itu.
Lalu setelah itu, kita tak pernah bertemu bahkan hingga surat ini sampai padamu, lihatlah, perangko yang kutempelkan di amplop ini. cukup menjelaskan sudah berapa lama kita tak bertemu, bukan?

Mengapa Aku ingin Kau membacanya sore? itu karena Aku tidak ingin melukai pagimu, siang, senjamu atau malammu. Cukup pada sore hari saja Kau mengingat Aku yang mungkin menyakitkan bagimu.

Ghe, Kau pergi kenapa? Kau marah kenapa? Kau membiarkanku menduga-duga banyak hal, Kau tahu?! Tanpa penjelasan sama sekali !

Kau tidak bisa memaafkanku? Lihatlah Ghe. Dari dulu Kau tidak pernah mampu. Itulah kenapa sebab Aku tak mungkin meninggalkanmu dan yang Kubisa adalah menanggalkan perasaanku padamu.  Itu karena Aku harus melanjutkan hidupku. Bukan membiarkan Aku mezombie dengan terus mengharapmu mampu memahamiku, mampu menyudahi penantianku, mampu memelukku tanpa ragu, mampu meninggalkannya bukan hanya menanggalkan rasamu itu padanya, mampu berkata tegas tanpa sedebupun ragu bahwa KAU MENCINTAIKU, Ghe.

Kau itu lelaki Ghe. Aku tau mendua adalah kecenderunganmu. Tetapi, ragu juga bukanlah kebenaran untuk Pria seusiamu saat itu. Kalau Kau memang ingin mendua saat itu, setidaknya Kau tetap bisa tanpa ragu tidak perlu dengan suara lantang, cukup lirih tapi pasti Kau bilang saja Kau mencintaiku dan Velsha. Kau tau, bahkan Aku saat itu mungkin tidak akan menanggalkan perasaanku hanya karena harus berdesakan bersama Velsha didalam hatimu itu.

Apa kau masih seperti yang kukatakan tadi? Aku mendengar Kau telah meninggalkan Velsha, tapi Aku yakin Kau tak sepenuhnya menanggalkan perasaanmu padanya. Kau tau. Itulah masalahmu. Kau tak pernah mampu menyelesaikan segala sesuatu.

Kau kesal untuk apa Aku mengguruimu sok tau tentangmu yang hanya kuduga-duga ini? Kau salah Ghe. Aku mengenalmu. Lama sekali. Kau itu bahkan sampai tak mampu mengenal dirimu sendiri,ya? Berubahlah, Ghe. Berubahlah jika Kau memang tak suka dengan kebahagiaanku kini hingga Kau berlari jauh, jauh sekali dariku. Tidak. Aku tidak akan memikirkan untuk memulai rasa padamu lagi, jika Kau telah berubah nanti. Sungguh tidak.

Lalu untuk apa aku menulis surat ini?

Oh Tuhan. Ghe, tidakkah sekali saja kau merasa, rindu padaku?
          Sore, di Kota yang merindukan hujan.
          Lupita.

Velsha meletakkan surat yang tergeletak diatas meja kerja Ghe. Ada yang terasa ngilu di dada sebelah kirinya, ada air asin terasa dipencecapnya ketika dia mencoba tersenyum saat meletakkan dua lembar kertas itu ke atas meja. Pandangannya menyeruak ruangan tempat mantan kekasihnya itu biasa bekerja hingga larut. Dia menarik nafas panjang, memandang keluar jendela. meski sudah sepuluh menit yang lalu, tapi dia seperti masih melihat bayangan Ghe berlari di halaman. Ghe, keluar tanpa pamit dengan tergesa sepuluh menit yang lalu. Mungkin setelah membaca surat dari Lupita, seseorang yang pernah menjadi sahabatnya.

Aku juga ingin menulis sesuatu untukmu. Tetapi apa jika tulisanku sepanjang Lupita, Kau juga akan segera berlari menemuiku lalu memelukku erat sekali? Dan akan mengatakan padaku, Aku mencintaimu Velsha.
Tetapi, Ghe. Aku akan meninggalkanmu dan menanggalkan perasaanku. Sebab Aku sudah mencoba sejak bertahun-tahun lalu, untuk berbagimu dengan Lupita. Tetapi ternyata, Aku tak bisa jika Kau ajak berdesakan dengan seseorang yang pernah menjadi sahabatku itu. jadi ketika Kau berniat kembali dan menjelaskan sesuatu untukku, Kuharap itu bukan Kau dan Lupita yang telah berjanji menentukan tanggal bahagia kalian. Jika itu yang ingin Kau katakan, Kau hanya akan menemukanku  dalam ingatanmu saja.
Aku masih mencintaimu, Ghe. tetapi setahuku, cinta itu berdua. Bukan mendua )*. sebab itu, Aku dan perasaanku memilih pergi darimu.
          Evelsha.

Rumah itu kosong. Hanya tinggal dua buah surat yang seperti saling tatap diatas meja kerja lelaki yang bulan depan akan genap berusia kepala tiga itu. Dua buah surat yang seperti merewind penulisnya yang memutuskan berpisah hanya dengan saling tatap dan senyuman diujung pertemuan yang belum pernah ada perjumpaan lagi itu.

)* diambil dari kalimat Zarry Hendrik.
                                                                                                          

Selasa, 31 Juli 2012

...

Aku takut pada setiap keraguan Ibu disaat aku meminta sesuatu padanya.
Sebab ragu Ibu itu ada diantara apakah Tuhan tidak menyetujui dalam doanya atau Ibu takut Tuhan tidak akan mengijinkan.

Minggu, 29 Juli 2012

#CerpenPeterpan


Satu ( hati ) yang sedang Jatuh Cinta.

Artatia sedang tak mau begitu saja melepaskan lengkungan senyumannya sambil memeluk boneka Teddy Bear berwarna merah muda. Sesekali dia terbahak dalam kamarnya yang sunyi itu. Sebenarnya semua benda-benda dikamarnya sudah bergunjing membicarakan kelakukannya akhir-akhir ini. Bersila di atas tempat tidur, memeluk Teddy Bear, memandangi layar Smartphone nya lalu mulai memasang senyum yang akan lenyap saat dia terlelap itu. Bahkan ketika tawa lepasnya itu bergaung, lemari baju, folder, kaca, parfume bahkan keset kaki kamar mandinya seolah ingin tau apa yang sebenarnya membuat Gadis yang memang doyan tertawa itu terlihat lepas. Ada yang berbeda dengan tawanya. Ada yang berbeda dengan caranya memulai senyuman. Seolah semburat jingga senja oleh Tuhan dipindah tangankan ke kedua pipinya itu.
            Bukan. Mereka bergunjing bukan karena terganggu dan iri. Mereka hanya penasaran dengan cara Artatia menyulap temaram kamar menjadi seperti ada banyak bintang dan bulan tertempel di langit-langit kamar. Mereka ingin tau, sebenarnya mantra apa yang tertera di layar benda kotak ditangan Artatia sampai senyumnya hanya mau dia lepaskan ketika lelap itu.
            Sebagian orang di dunia mungkin paham, mantra apa yang tertera di layar beberapa inchi itu. Beberapa orang mungkin maklum, dan bahkan mahfum lalu ikut tersenyum dengan alasan Artatia. Yah. Benda-benda itu tentu saja tak tau, mereka tak akan pernah merasakan mantra itu seumur hidupnya di dunia ini.
            Artatia berdiri, mengambil Headset nya.
            “ Kalau sudah seperti itu, sebentar lagi dia tertidur, senyumnya tenggelam, lalu cahaya lampu meredup sendiri dan sunyi kembali bernyanyi dikamar ini”
            Lagu yang sama. Penghantar tidurnya. Lagu lama yang belakangan muncul di layar smartphonenya, lagu yang membiusnya lewat kabel kasat mata yang diujungnya terduduk lelaki dengan gitarnya melantunkan lagu ini sesuai permintaannya.
Bagai bunga harum nafasmu yang kurasa
Santun warna yang beri kesejukan
Hilangkan rasa gelap
Tepat di kata gelap. Lampu meredup sendiri, sunyi merambat, senyumannya lenyap. Artatia sudah terlelap.
“ GAZZY KAMU BILANG, YA?? Oh my God, I’m Shock !”
“ Kamu nggak sendirian terkejut seperti ini, Nin.” Artatia tersenyum lalu menepuk pundak Nindy yang masih belum mampu mengusir ekspresi terkejutnya itu.
Artatia tersenyum sekali lagi. Ya. Gazzy yang—kata sebagian besar temannya begitu pendiam—Gazzy yang tidak meninggalkan satu beritapun untuknya. Sejak awal dia merasa ada yang berdenting di debarnya setiap berkelebat bayangan lelaki itu, Dia sudah ingin mencari tahu banyak sekali hal tentang Gazzy. Tapi semuanya dihentikan. Dia ingin, menerima Gazzy seperti yg dia tahu. Dia ingin jika itu hal yang tidak baik, itu dia dengar sendiri dari Gazzy, bukan orang lain.
Dia sudah tau semua orang akan terkejut. Bukan. Meskipun bukan Gazzy, tetapi banyak sahabatnya yang paham sekali kekerasan hatinya dan keangkuhan dia dalam menerima perhatian lelaki selama ini pasti akan terkejut jika akhirnya dia menjatuhkan pilihannya pada seorang lelaki. Dan itu Gazzy. Terkejut pangkat dua.
Artatia yang sebenarnya telah lama mengenal Gazzy. Telah lama pikirannya itu tercetak tentang Gazzy yang santun, pendiam, pintar dan murah senyum itu. Tapi tak pernah terkirim ke perasaannya . Sungguh. Hanya tercetak dipikiran, tertinggal disana, terbingkai dan terpajang begitu saja, tak pernah dia kirim ke hati.

Bagai sirna semua kata yang tak terungkap
Segala rasa yang tak pernah bicara
Tak pernah tak terucap
Tetapi kesengajaan Tuhan yang—sering lebih senang diartikan takdir oleh orang-orang—itu mempertemukan Artatia dan Gazzy sekali lagi. Kali ini, Tuhan seperti menjawab setiap doa mereka. Setiap sujud mereka Tuhan mendekatkan sehelai cinta hingga akhirnya jarak itu menjadi sedekat doa itu sendiri.
Artatia telah menetapkan. Dia tidak ingin menyebut itu kapan, yang jelas pernah ada hari dimana dia bersyukur sekali dipertemukan dengan Gazzy lagi dan ada hari dimana segala kebahagiaan dimulai dari suara Gazzy diujung sambungan telfon.
Semenjak hari itu dia memutuskan, kepada Gazzylah dia memulangkan segalanya. Hatinya, resahnya, keluhnya, sanjungnya, khawatirnya, tawanya, cemberutnya, tangisnya, dan kepercayaannya. Segalanya.
Satu hati yang kuberi cinta kuberi rasa
Kuberikan sanjungan
Tuk saling cinta saling menjaga
Tuk saling menyatukan
“ Dia terbangun. Ah. Aku benar-benar penasaran sebenarnya apa yang dia lihat dilayar kecil itu ? Lihat. Matanya belum membuka sempurna, tapi pipinya sudah bersemi lagi. Ah. Senyumannya itu, sebentar lagi cahaya akan berpendar dikamar ini. Membaur bersama silau matahari. Hei, kalian penasaran juga kan yang dilihatnya itu apa?”
Artatia meletakkan Smartphone nya, Bangkit, terduduk lalu merentangkan tangannya, menghela udara pagi yang masuk melalui celah ventilasi kecil diatas kusen jendela kamarnya, lalu masih tersenyum dia berdiri menuju kamar mandi.
Kaca diatas lemari mungilnya itu bergeser, dia ingin memantulkan yang ada dilayar Smartphone milik Artatia yang masih menyala.
Ada foto lelaki berukuran kecil di pojok kiri layar, sedang tersenyum, disampingnya tertulis Gazzy. Lalu dibawahnya, didalam kotak buble ada sebuah tulisan :
Buka matamu yang bersinar itu, gelap akan lenyap, sayang. Aku Mencintaimu, Tia.


* posting dua cerita dibawahnya. sambil belajar :)

#CerpenPeterpan


                   Satu (satunya) hati yang kuberi segalanya.

                Pramoedya mengerjap, telisik sinar yang melewati celah kecil dicendela yang tak tertutup horden itu menyentuh kulit diatas matanya, panas, silau sekali. Dia bergerak sedikit, mencoba membuka mata sepenuhnya, sekelilingnya masih samar lalu pelan-pelan dilihatnya disebelah gulingnya tak adalagi seorang wanita yang semalam juga berbaring disana. Dia menghembus nafas, lalu menghempas tubuhnya pelan ke ranjang, matanya memandang berkeliling ke langit-langit kamar, dengan sekali tarikan nafas dia bangkit terduduk.
            Setelah  Mengecek beberapa email pekerjaan yang masuk. Lalu dia meletakkan tabletnya dan meraih smartphone nya dan tersenyum menatap wallpaper yang terpampang disana. Wanita itu. Yang semalam berbaring disampingnya dan pagi saat membuka mata sudah tak ada dan sengaja tak membuka horden karena tau sinar matahari akan mengganggunya yang sedang kelelahan pulang lembur semalam.
            Senyum wanita ini, Quesha. Tuhan Maha melukis keindahan pada senyuman wanita ini. Tuhan Maha Baik dengan memberikan kekuatan pada sempilan rusuk lemah seperti Quesha dengan senyumnya yang dapat mengalahkan segalanya.
            Dia ingat sekali bagaimana dia pertamakali merasakan ada kekuatan dalam senyuman Quesha. Dia ingat. Tak akan pernah dilupakannya.
            Bagaimana Quesha setelah berteriak “ POLISI..! POLISI..!!” lalu berlutut kalah menahan airmata dengan senyumannya itu sambil memangku tubuh Pramoedya yang remuk sesaat setelah 5 orang pria bertubuh besar dengan otot-otot dan rupa menyeramkan menginjak, menendang, memukul dan hendak menghabisinya di belakang gang sempit kos Quesha.
            “ Berhentilah. Aku yakin kau pun tau semua orang akan mati. Dan aku tau kau akan pulih setelah besok kau pergi ke Dokter. Tapi tahukah kau, hatiku tidak bisa pulih lebih cepat dari luka disekujur tubuhmu ini? Teruslah hidup seperti ini jika kau sudah memberitahuku kemana aku bisa mendapatkan penyembuh luka dihati yang cepat. Kau dengar aku kan, Pram? “
            Quesha marah, tapi tersenyum. Dia menangis, tapi tersenyum. Dan itu senyum yang tulus. Bukan pura-pura untuk menutupi amarah dan kesedihannya. Tapi dia memang ingin tersenyum, melihat Pramoedya masih membuka mata dan bernafas meski tersengal.
            Saat itu benar-benar pertama kalinya Pram mendengar Quensha berbicara di depannya. Sebelumnya dia hanya mengenal Quesha lewat matanya yang diam-diam melirik ketika wanita itu tengah duduk diteras kosnya saat dia sedang pulang dari pemenuhan kebutuhannya itu. Sebenarnya Pramoedya terkejut, darimana Quesha tahu namanya saat itu.
            Pramoedya, dalam pandangannya yang samar seperti melihat ada cahaya berpendar di sekitar wajah ayu Quesha. Dia merasakan sekali tetesan airmata di luka robeknya yang menganga kecil itu. Perih, tapi dia merasa ada rasa nyaman yang seperti membebaskannya dari segala perih yang terbiasa dirasakannya itu.
            Pramoedya menarik nafas. Masalalu. Dia sebenarnya sudah membungkusnya lalu menaruhnya dalam semacam kotak dan sudah dibuangnya jauh-jauh. Tetapi setiap menatap foto Quesha disaat dia sedang sepi, serta merta seluruhnya kembali seperti tombol rewind ditekan oleh Tuhan. Mengembalikan masalalunya pelan-pelan dalam ingatannya.
            Kehilangan keluarga sedari kecil membuatnya tak mengerti jalan yang sebenarnya harus diambilnya yg mana. Dia hanya tau cara mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi metropolitan seperti menunjukkannya kebutuhan yang lebih dari yang seharusnya sudah puas dia dapat. Kebutuhan itu menuntutnya memiliki banyak sekali uang. Dan dia hanya mengenal cara yang dia lihat sewaktu masih gamang dijalanan sendirian.
            Parasnya yang tumbuh tampan itu membuatnya menarik dimata wanita kesepian yang hanya diselimuti uang oleh para suami. Tubuh nya itu bahkan menarik suami-suami yang bosan dengan para wanita.
            Drugs. Bukankan hal seperti ini tidak perlu dijelaskan. Drugs itu kebutuhannya. Dan dia demi mendapatkannya sengaja mencari uang dari pelukan wanita atau pria-pria berdasi yang pengawalnya seram sekali itu.
            Quesha. Selama ini dia duduk di teras melihat Pramoedya pulang sempoyongan membawa sesuatu digenggamannya. Kadang Pramoedya terlihat berjalan gagah, kadang terhuyung, sesekali memar-memar. Wanita itu, entah kenapa menyukai duduk diteras memandangi lelaki yang samar wajahnya karena gelap malam itu.
            Mungkin mereka tidak tahu, diatas sana Tuhan sedang tersenyum membiarkan keterbiasaan seperti itu membuat mereka harus menyadari kesengajaan yang sudah lama direncakan Tuhan untuk mereka. Tuhan hanya ingin tahu, bagaimana Pramoedya belajar di kegelapan dan tersenyum bahagia memuji Nama-Nya saat tiba ditempat yang penuh cahaya yaitu rumah dengan segala senyuman Quesha menyebar disudut-sudutnya.
            Tidak mudah lari dari kegelapan, apalagi mencoba berjalan tertatih keluar dari dalam nya, Ketika berhasil keluar, dari segala sudut ancaman itu menyelidik menguntit setiap langkah Pramoedya bahkan Quesha. Pramoedya melihat bagaimana Quesha pulang dari masjid dengan mukenanya dan alqur’an dilengannya. Senyumnya yang seperti menerangi langkah kakinya dalam jalan sempit yang gelap menuju kos nya itu. Pramoedya melihat dunia yang berbeda antara dia dan Quesha. Pramoedya merasakan nafas yang berbeda, nafas yang terbiasa menegak minuman keras dan nafas yang terbiasa melafalkan berulang-ulang firman Tuhan saat dulu Quesha menolongnya.
            Tetapi membiarkan wanita seperti Quesha terluka hanya karena tidak kuat melihatnya tak bisa keluar dari kegelapan, jika itu harus melompat dan terjatuh terkantuk batu berulang sampai matipun, jika itu harus menghabisi semua ancaman yang membuntutinya dan Quesha,  akan Pramoedya lakukan demi keluar dari kegelapan dan menemui Quesha lagi dalam keadaan lebih baik. Keadaan yang membuat Quesha lega dan nyaman.
            “ Hai, Ayah sudah bangun. Sarapan, sayang.”
            Pramoedya tersenyum, mendekati wanita yang meninggalkannya bangun duluan demi menyiapkan sarapan untuknya dan  anaknya yang sedang duduk menonton TV. Dia mencium kening Quesha.
            “ Akbar, pencet angka 6 sayang. Ada kartun favorit kamu disana”  Quesha hanya khawatir karena dia melihat anak pertamanya itu sedang disuguhi infotaiment di dalam layar. Belakangan tayangan TV perlu sekali diawasi untuk anak seusia Akbar. Dia hanya tidak ingin Akbar terputar rewind masa kelam ayahnya dulu lewat tayangan TV.
            “ Kakak, coba kesini ayah mau lihat gantengnya hari ini.”
            Pelan, mengalun lagu peterpan diiringi berita terbebasnya vokalis nya dari jeruji besi itu.
Bagai bunga harum nafasmu yang kurasa
Santun warna yang beri kesejukan
Hilangkan rasa gelap
Bagai sirna semua kata yang tak terungkap
Segala rasa yang tak pernah bicara
Tak pernah tak terucap
Satu hati yang kuberi cinta kuberi rasa
Kuberikan sanjungan
Tuk saling cinta saling menjaga
Tuk saling menyatukan
            Akbar berlari memeluk ayahnya, Quesha tersenyum dan hatinya mengumam syukur. Lagu lawas itu masih mengalun menggaung diseisi rumah. Menyetop rewind ingatan masalalu Pramoedya akan kegelapan yang telah menghadiahinya satu hati yang akan dia jaga selamanya, Quesha.

Kamis, 19 Juli 2012

jika itu nanti bukan kamu, aku takut.

Sepi dan sunyi mengenalkan aku pada satu ketakutan baru. Aku takut jika itu nanti bukan kamu.

Yang aku kenal tentang takut adalah debar yang tak sanggup kuatur yang berlari-lari hingga ke kepalaku lalu serta merta merusak segala yang baik-baik dan nyaman disekujur tubuh.

Gelisah, resah dan terdiam adalah yang sanggup aku lakukan ketika ketakutan -yang kukenal dulu- menyerangku. berteriak? Tidak. Itu hanya kulakukan ketika terkejut. Beda dengan takut.

Kemudian kau ada. lalu aku tiba-tiba bertemu ketakutan baru dalam setiap sunyi yang mengunjungi sepiku. mereka yang selalu duduk didepanku membicarakan kamu, lalu mengenalkanku pada satu ketakutan yang bahkan kalah dalam sujud lalu menguap menjadi bulir airmata itu.

Aku takut jika itu nanti bukan kamu. Yang berakhir dengan mengucap janji kepada Tuhan untuk menjagaku sampai mati, didepan ratusan senyuman itu.

aku takut jika nanti bukan kamu. yang mengecewakanku. yang meminta maaf dengan manis padaku. yang menyakitiku. yang membuatku menangis. yang terpaksa berbohong demi tawaku. yang melarangku dan memarahiku. yang membantuku berdiri saat aku terjerembab. yang berdiri dengan tersenyum menghapus air mata lalu memelukku. yang berbisik lirih mengatakan segalanya akan selalu baik-baik saja. yang selalu mendentingkan jantungku dengan ucapan sayang itu.

aku takut semua kebiasaan itu nanti harus kuubah menjadi bukan kamu.

ketakutan yang ini pedangnya tajam sekali. sedikit saja tergores di pikiran, segalanya sobek. hatiku. perasaanku. lalu semua kantung air mata terkoyak.

dan aku. masih. belum tau bagaimana mengatasi ini selain dengan doa.

Aku tidak tau, apa semua orang punya ketakutan yang sama denganku?



Kamis, 12 Juli 2012

...

jika sampai tiba dimana kita harus berjalan masing-masing dan tak lagi ada kata saling dalam hidup kita, dan aku ternyata tak pernah mengerti cara ikhlas, aku ingin saat itu aku ingat bagaimana caranya lupa setiap detik. tapi jangan sekarang. jangan besok. jangan juga lusa. jangan juga seterusnya. kumohon jangan,Tuhan...

...

kelak, ketika kita menyadari nama kita tak saling tertulis di lauful mahfudz-Nya, aku ingin itu ketika aku telah menguasai benar bagaimana itu ikhlas yang tanpa perlu airmata disetiap habis sujud lalu mengingatmu.

...

aku tau, akan ada hari dimana perpisahan itu akan nyata adanya. maka itu, sembari belajar bersyukur memilikimu akupun belajar ikhlas merelakanmu.

Rabu, 11 Juli 2012

Mushaf


Disana, Allah berfirman. 

Rosulullah menyampaikan.

Umat-Nya terdahulu menuliskannya. 

dan sekarang aku membaca sembari berusaha memahami.

dan dengan Ketenangan dan cahaya dari lantunannyalah aku ingin berjalan selurus dan searah yang tertulis didalamnya.



Selasa, 10 Juli 2012

Karis.

selain Zarry Hendrik. jagad tulisan juga punya salah satu duta LDR paling pintar dalam bertutur di tulisan, Kharisma P. Lanang :)
sebagai seorang lelaki dan sebagai pelaku LDR karis bisa menjadi panutan.
cara dia memperlakukan wanitanya dalam tulisannya itu sangat manis.
cara dia memperlakukan kata dalam sebuah kalimat itu lebih manis lagi.
dan cara dia menghargai keluarganya diantara kata dan wanitanya itu sederhana dan menyentuh sekali.

aku kehabisan kata atau bisa kusebut saja, aku takut terlalu banyak mengambil deretan huruf yang menjadi tidak berguna dan tak manis dalam kalimatku padahal aku ingin menyuplik beberapa kalimat manis dari seorang Karis.

jadi langsung saja aku ingin menuliskan beberapa kalimat manis itu dalam satu page bersama kalimatku. rasanya bahagia sekali :)

 Ia Bersyukur memiliki aku. Aku bersyukur, memiliki hati yang sanggup bersyukur.

aku percaya. dengan cara yang entah, Tuhan selalu memberikan yang Lebih baik.

aku tak ingin kehilangan seseorang yang tak ingin kehilangan aku

aku membutuhkan dia yang juga membutuhkan aku

entah bagaimana mulanya, tetapi aku yakin. cinta akan kembali pada hati yang baik.

aku percaya Tuhan menciptakan senyuman ibu dari bahan yang sama dengan langit

Tuhan, jika aku salah dalam mencintainya, hukum aku dan aku akan belajar. asal jangan karena aku, dia kemudian merasa bersalah padaMu

aku jadi tulang rusukmu, kau jadi tulang punggungku. janji ya, kita selalu bersama sampai tinggal tulang belulang .

jika suatu saat perpisahan terjadi, aku ingin ingat caranya lupa. tapi jangan hari ini, maupun esok hari dan seterusnya, jangan.

cinta itu baik. mencintai itu dua yang saling memperbaiki.

aku berpikir lalu aku menulis. aku menulis agar kamu membaca lalu ikut berpikir.

Tanpamu, aku yakin dunia tetap akan baik-baik saja. tetapi aku tetap tidak suka.

kau terlalu jauh dari sorot mataku. tetapi aku mengingatmu dalam setiap kedipannya.

aku mendoakanmu, kau mendoakanku. lihat bagaimana kita menghirup cinta dengan cara yang sederhana.

tentu saja kau sanggup melakukan apapun dibelakang mataku, tetapi ingatlah, dibalik langit selalu ada MATA yang sanggup menjangkau segalanya.

Ibu, ialah bentuk lain dari matahari terbit yang tak pernah terbenam.

karena sejauh apapun kamu, sejauh apapun aku, doa selalu sanggup menjadi lengan bagi dua yang saling mempertahankan.

Ketika kita saling cinta, sebenarnya ada yang cinta aku dan ada yang cinta kamu.tetapi apa boleh buat, mereka bukan urusan kita.

sebenarnya kamu tak pernah sejauh itu dariku. jantungku mengenalmu sebagai debarnya.

kau kuletakkan dikedalaman hati yang paling dalam. suatu tempat yang hanya sanggup dijangkau oleh mata Tuhan.

secemberut-cemberutnya aku, aku tetap akan bahagia jika yang membuatku cemberut itu kamu.

antara dua sosok yang sedang berjauhan dan saling mendoakan, selalu ada pelangi ditengah-tengahnya.

entahlah, semua berjalan begitu cepat. kau hadir, lalu kebahagiaan terjadi begitu saja.

" Aku bahagia dengamu, karena... " ah! aku berubah pikiran ! " Aku bahagia denganmu, meskipun..."

aku menulis untuk berbicara dan aku membaca untuk mendengar

kau pernah begitu jujur padaku sampai aku cemberut. kau juga pernah berbohong padaku sampai aku tersenyum- tetapi cemberutpun aku sudah bahagia, asal karenamu.

Tuhan menulis dan aku membaca. Engkau, tertulis dan aku merasa.

dipuisiku sendiri aku sering melihat kamu, dipuisi orang lain aku sering melihat aku.

selama kau simpan aku didalam hati, aku tak pernah peduli kepada siapa matamu memandang.

seperti tinta hitam didalam sebuah puisi diputihnya kertas, hitammu adalah bagian dari keseluruhanmu yang juga harus kurasa.

sebelum sejauh bintang, kita pernah sejauh nadi.

kita dipertemukan. bukan kau yang menemukanku atau aku yang menemukanmu.

ada sosok paras lain yang tampan. tetapi aku tak cinta. seperti aku melihat makanan lezat yang tak pernah ingin kumakan.

tetaplah denganku agar aku tetap memiliki sesuatu untuk kutulis. kamu.

mungkin alasan sebenarnya diciptakan jarak dan waktu adalah agar engkau dan aku mengenal benar apa itu rindu.

menuliskanmu adalah yang sanggup kulakukan. apabila menulis diudara adalah hal yang sanggup kulakukan, maka nafasku ini adalah engkau.

ketika menuliskanmu, seringkali aku merasa engkau sedang duduk disampingku.

diluar kuasaku tentang jodoh atau tidak, engkaulah rasa yang akan kupertahankan.

cintai aku didalam doamu. karena aku yakin, hanya didalam sanalah engkau tak pernah mampu berbohong.

untukmu aku akan menjadi diriku sendiri ! aku tak ingin ada orang lain didalam diriku yang asing dipikiranmu.

bahkan tidak sengaja bertemu denganmu adalah sesuatu yang disengaja Tuhan. resapilah! betapa semua ini telah direncanakan.

kau pernah kutulis. aku pernah kau tulis. diluar semua itu, resapilah bahwa kita pernah tertulis.

mungkin alasan lain dari Tuhan menciptakan telinga adalah agar aku bisa mendengar kamu mengucapkan AKU MENCINTAIMU dari bibirmu.

ini bukan tentang apa yang aku temukan dan apa yang telah kau temukan. ini semua tentang kita yang dipertemukan.

aku selalu mengatakan " AMIN " ketika kau mengatakan " aku sayang kamu" ditelingaku dan menuliskannya dilayarku.

kata-kata manis itu hanya akan sampai ditelingaku. tetapi perlakuan manis akan langsung sampai ke hatiku.

aku tak ingin meluangkan waktuku dengan selain kamu. seperti aku tidak ingin membuang waktuku didunia ini dengan yang tidak-tidak.
diluar tentang apa kelebihan dan kekuranganmu, aku selalu merasa kau ' cukup' untukku.
itulah kau, segala detak didada, segala harapan bahagia dalam doa-doa.
jika suatu saat kau menyakitiku, aku akan tetap bersyukur. karena itu kau yang melakukannya.
Tuhan, tuntunlah hidupnya, arahkanlah ke hidupku.
simpan aku, disuatu tempat dihidupmu, tempat yang selalu kau gunakan untuk berdoa itu.
dibalik apakah kata-kata itu puitis atau tidak, kata-kata yang jujur selalu adalah yang paling tinggi derajatnya.
kau boleh saja menyakitiku nanti, itu jika kau benar-benar berniat nanti, tapi aku ragu, apakah Tuhan mengizinkan.
aku suka jika kau percaya padaku, tetapi aku lebih suka jika kau percaya pada dirimu sendiri dengan ada aku didalamnya.
dengan doa, kau bisa memeluk tanpa menjulurkan lenganmu, Tuhan yang akan menyampaikannya.
menghianatimu hanya akan membuat malaikat mencatat kelakuanku dengan wajah merengut.
meski tulisanku sudah sering kau baca, akan ada hari dimana tulisanku itu akan tertulis dihidupmu.
Tuhan, masukkan aku dalam rencanaMu sebagai suatu rencana indah untuk hidupnya.
aku mencintaimu dengan semua yang sudah ada didalam dirimu dan dengan semua yang belum ada di dalam dirimu.
mungkin aku cukup senang jika aku ada didalam mimpimu, tetapi aku akan lebih senang jika aku adalah impianmu.
aku suka belajar dari keberhasilan orang lain, tetapi aku lebih sering bejalar dari kegagalanku sendiri.
diluar sudah mendung. entah maksudnya langit ikut membaca tulisan ini apa bukan, tapi aku akan senang menambahkannya lagi dilain waktu.
atau bisa dikunjungi sendiri dalam lautan kalimat sederhana karis di tumblr nya.