Kamis, 09 Februari 2012

Kau Tahu BEDA nya kita

aku mengerti apa artinya mencintai. kau boleh mencintaiku. kau boleh menyukaiku. Tuhan pun tak pernah melarang itu, aku tak berhak melarang jika Tuhan pun tak melarangnya.


tapi aku, sebagai pemilik seutuhnya hati dan perasaanku, aku punya kuasa untuk memilih. aku punya kuasa untuk memutuskan. maka dengan kuasa yang telah kukatakan kepada Tuhan, demi yang menciptakan alam semesta ini, aku memilih untuk tak membalas sedebupun dari cintamu yang mungkin sebesar gunung itu.itu pilihanku. aku tak tau kau bisa menerimanya atau tidak. tapi itulah beda kita.
aku juga mencinta, dan tak kutahu apakah sedebupun dari cintaku yang seluas samudra ini akan dibalasnya.tapi aku mencoba mengerti, dia punya kuasa untuk itu. dia berkuasa penuh untuk memilih membalas atau tidak cintaku. aku sangat mengerti.jadi aku membiarkannya. tak mengusiknya. tapi itu beda kita. kau mengusikku. kau jelas tau sekali kau mengusikku. kau selalu meminta maaf karena telah mengusikku, aku mencoba berkali-kali menjadi manusia sempurna yang layaknya memang harus memaafkan. berulang kali, tapi nyatanya aku tidak sempurna. aku tak semulia nabi. aku tidak bisa digerus setiap hari dengan sebuah kesalah yang sama oleh orang yang sama. tak  bisa.

kau berkata, hanya ingin mengenalku saja. pemahamanku tentang mengenal hanyalah sebatas aku tahu nama, dia manusia, jenis kelaminnya, dia bekerja dimana, dia tinggal dimana dan nomor yang bisa dihubunginya. sebatas itu. aku merasa mengenal seseorang. itulah beda kita. pemahamanmu tentang mengenal terlalu kau luas-luaskan. sungguh. kau selalu ingin tahu aku sedang apa. kau selalu ingin tau aku sudah apa saja. kau selalu ingin aku membalas salam.licik sekali. 
itu beda kita. aku mencintainya. aku juga ingin mengenalnya. aku telah mengenalnya. aku merasa dia punya hak sepenuhnya untuk hidup tenang. ketika aku cemas, ketika aku ingin sekali tau dia sedang apa, dia baik-baik sajakah, aku ingin selalu tahu tentang itu setiap hari. tapi aku, tak mau sedikitpun mengusiknya. karena aku mencintainya. maka aku hanya perlu berdoa saja kepada pencipta kami, agar disana ditempat yang tak kuketahui dia ada dimana, dia baik-baik saja, Tuhan selalu melindunginya.itulah beda kita. kau merasa sekali kau berhak tau tentang aku. kau berhak mendapat kabarku setiap perputaran jam. egois sekali kamu. sungguh tamak sekali kamu. dan lebih menyedihkannya, aku sudah memberitahumu tentang ketamakanmu ini.kau berjanji akan mengerti. tapi, lihatlah, kau sama sekali tak mengrti ucapanmu sendiri.  
itulah beda kita. sebelum aku mulai ingin mengerti dia yang kucinta, aku selalu mencoba mengerti dan memahami diriku sendiri. dan kau tidak. kau hanya paham kau menyukaiku. kau mencintaiku. lalu kau tak mau mendengar sendiri dirimu. kau tak mau memahami sendiri dirimu yang sudah banyak berjanji dan banyak meminta maaf itu. sungguh. aku meski telah lama sekali menyembunyikan cinta ini darinya, aku tak pernah berusaha memamer-mamerkannya ke orang lain, apalagi dengan congkakknya aku bilang aku pasti akan memilikinya. aku merasa tak sedebupun aku punya hak untuk mengatakan itu. itulah bedanya kita. 
kau buka mulutmu kemana-mana. kau pamerkan rasamu yang belum tentu terterima itu, kau biarkan semua orang yang mendengar ceritamu mengumbar cerita kebanggaanmu kesegala makhluk yang ditemui mereka, bahkan sampai ketelingaku.terkesan sengaja.tega sekali.kau menjadikan seolah-olah aku ini kejam sekali dimata mereka semua.itulah bedanya kita.aku menyimpannya.aku melindungi nama dia dimata siapapun yang mendengar aku mencintainya.kujaga nama dia saperti aku menjaga cintaku itu.tak sedikitpun aku membiarkan keburukannya terlihat dimata orang, biar aku saja yang menerima itu. 
bahkan entahlah, mengenalmu selama ini membuatku sedikit punya keyakinan bahwa setelah ini mungkin kamu akan meminta maaf padaku, lalu akan berjanji tak melakukannya lagi. tak mengusikku lagi(bosan sekali dengan ini)bahkan mungkin kau akan berjanji berhenti mencintaiku, lalu kamu akan mengumbar ini semua keteman-temanmu. menceritakan betapa kejamnya aku menuliskan ini semua. betapa menyedihkannya nasibmu yang kutusuk tusuk dengan hunusan kata-kata ini. lalu aku punya keyakinan yang teramat besar bahwa kau tidak akan pernah mengerti ucapan maaf atau janjimu itu.kau akan terus disana. tetap bertahan dengan rasa yang sebenarnya kau paksakan itu. kau akan tetap disana. maju mundur meminta maaf dan berjanji-janji tak kau mengerti.tak pernah sadar tak pernah paham.orang punya cara dan jalannya masing-masing.suka atau tidak. menyakitkan atau tidak. harusnya kamu menerima itu.
jadi, logiskah jika aku kemudian harus berbagi rasa dengan orang yang tak bisa memahami ucapannya sendiri? dengan orang yang tak mau mengerti hak orang lain? dengan orang yang tak mengerti kuasa orang lain? dengan orang yang tega sekali membuat aku terlihat kejam?dengan orang yang sama sekali berbeda denganku?itulah beda kita.

Rabu, 08 Februari 2012

kuawali dengan ini

Apalah aku ini. sedebu diantara timbunan pasir para perangkai kata. Aku ini hanyalah penikmat dari racikan kata-kata mereka. tapi layaknya ciptaan yang punya cipta,karya dan berkarsa aku juga ingin menjadi seperti mereka. memikat mata, menyandera pikiran, membius rasa lewat kata. aku ingin, dari sekedar korban sihiran kata menjadi seorang penyihir susunan kata yang sakti. seperti mereka.

dari keinginan sebiasa ini, aku memulainya. memanggil-manggil imajinasi liar  yang mungkin masih berkeliaran di luasnya rimba pikiranku. secarik kertas putih telah kurelakan kupaksa untuk ku nodai, ku acak, dan ku kotori dengan kilatan-kilatan tinta pena yang menuruti perintah isi tempurung kepala ini.

hingga titik terakhir goresan tintaku, aku masih begitu menggebu. aku masih begitu busung untuk menjadi master chef peracik kata yang begitu besar. semunya, imajinasi tentang yang aku tulis, imajinasi tentang menjadi besar sudah berebutan muncul. membedakan mereka adalah beban dalam tarikan penaku.

waktu telah menjadi seperti musim hujan yang tertidur oleh kecongkakan matahari yang memamerkan kekuatannya. betapa banyak yang telah kugoreskan diatas benda tipis putih itu! betapapun itu, nyatanya, aku belum berbeda. aku tak berubah. masih penikmat.bukan peracik.masih korban.bukan penyihir.


aku berkaca. menyandingkan hasilku dengan mereka. aku LANCANG sekali ! sungguh dengan segala kecongkakan yang mengukung diri aku telah menyandingkannya! lihatlah, bukankah tak sebulir pasirpun aku punya kebisaan untuk menilai kurangnya karyaku dibanding mereka. tak sedebupun aku punya !

Duhai, bukankah boleh kita bermimpi menjadi orang yang hebat. aku hanya ingin menjadi seperti mereka yang mendecak kagumkan ribuan orang lain dengan modal kata.

kulewati seluruh perputaran matahari yang mengitari bumi ini dengan menemukan bahwa betapa tulusnya mereka dalam menulis. ya Tuhan... sungguh, aku terlalu sombong untuk memikirkan ini sejak awal. Lihatlah, betapa sombongnya aku saat menuliskan semua imajinasi itu ! kesombongan itu datang lewat imajinasiku menjadi seorang hebat ! menjadi seorang besar!

tulisan yang berisi kesombongan, berbumbu ambisi sungguh tak layak sedikitpun untuk dinikmati. racikannya berbahaya rusak oleh bumbu yang salah. Jahat sekali aku terhadap kata ! sedikitpun aku tak tulus pada mereka. aku memaksa mereka. aku memaksa agar terlihat menarik, aku bersikeras membuat mereka terasa memikat, terasa nikmat.sedikitpun tak kupikirkan persaan mereka. mereka mungkin tak ingin disusun seperti itu. sungguh mereka pun, kata-kata itu ingin terlihat mempesona, ingin menjadi bermakna dan berguna. tapi kesombongan yang membelit pikiran ini telah memaksa mereka, menelanjanginya tanpa bisa diterima rasa.

ahhh... tetapi bahkan menjadi seorang yang tulus nyatanya tak semudah mengaduk gula di air mendidih. berulang kali kucoba jujur dengan kata. berulang kali kulawan segala rayuan congkak, duhai sulitnya menuliskan sesuatu yang tulus.
maka dengan meletakkan hati, dengan menggelar segala rasa dan segenap ketundukan pada pencipta kata, aku hanya bisa menuliskan dua kata yang semoga terbaca tulus. untuk kalian semua penikmat kata, pengagum kata, aku menulis dua kata dengan tulus : SELAMAT MEMBACA.