Rabu, 31 Oktober 2012

...

Salah satu yang tak bisa dihindari ketika rindu berhasil menjalar keseluruh pembuluh darah itu ya menjadi mendidihnya suhu kebawelan. Jadi tolong, kalau tiba-tiba mulutku merepet sana sini - seperti ibu kos yang tagihan listriknya mendadak melonjak naik- pastikan dulu apakah kau merasakan aku merindukanmu?

...

Aku bersumpah tidak pernah menggiringmu untuk masuk dalam kesalahan-kesalahan agar Aku mampu punya kuasa untuk menyalahkanmu, punya kuasa untuk memaafkanmu, punya kuasa atasmu. Sungguh.
 
ini semua hanya karena aku yang tak tau diri.
Aku merasa Aku berhak tau segalanya tentang hidupmu. sehingga Aku mematrikan dalam pikiranku bahwa aku berhak mendengar segala sesuatu yang ingin kau bagi dari benakmu ke benak orang lain . Iya. Aku lupa satu hal.  Bahwa punya telinga bukan berarti layak diperdengarkan segala sesuatu. Aku juga lupa bahwa Aku ini relatifitas . Ada beberapa hal yang Aku tak layak mendengarkannya dari mulutmu langsung. Ada hal yang Aku tak layak dapatkan dari kecamuk-kecamuk di benakmu. Sekalipun Aku ingin. Sekalipun Aku yakin . Sekalipun Aku bersikeras untuk bisa menyimpan segalanya dalam diriku.
semua karena pikiran yang tak tau diri ini. .
Aku menelan mentah-mentah saja kalimatmu bahwa Kau selalu memikirkanku, menghawatirkanmu, setiap waktu. Ya. Aku mendengar. Aku tersenyum. Aku bisa melihat hatiku merekah seperti bunga pukul empat sehabis Ashar begitu menerima kalimatmu itu. Lalu Aku dengan cepatnya membuat suatu doktrin yang kemudian Aku percayai sekali bahwa setiap perputaran detiknya Aku ada di pikiranmu dan alam cemasmu. Ya. Tak tau diri sekali memang aku kemudian tidak ingat bahwa sebelum bertemu denganku, sebelum Aku pernah ada di hidupmu waktu itu, telah banyak senyuman, tangisan, tawa, kemurungan, pelukan, genggaman yang menguasaimu, menguasai waktumu, jauh sebelum Aku, jauh sebelum Kau berfikir akan mengatakan kalimat awal tadi padaku. Ya. Aku lupa semua itu.
Yang fatal dari semuanya adalah. Aku lupa, aku, kamu, kita. semua hanya kesementaraan. 
 Ya. aku ini kesementaraan. sesuatu yang akan hilang suatu saat nanti. tidak kekal. tak abadi. 
 
Aku sungguh tak tau diri bahkan berani menghakimimu untuk sesuatu yang bukan salahmu hanya karena Aku merasa menguasaimu, memilikimu sepenuhnya, selamanya.

siapalah yang menguasaiku hingga membuatku selama ini menjadi tak tau diri sekali?
beberapa kali coba kutanyakan baik-baik pada segenap yang ada diseluruh diriku. Aku mencurigai setan yang sudah terlebih dahulu membisikkan kelupaan kepadaku sebelum amarah.Ya.  Aku mencurigai semua, dari setan hingga kita.
 
jadi jangan meminta maaf. semua bukan salahmu. aku yang salah. aku yang selama ini tak tau diri. tak tau sendiri siapa aku ini. aku di kuasai kelupaan yang fatal. bukan sekedar dimana aku meletakkan cangkirku tadi tetapi aku lupa siapa aku ini.

Kuta, 11 Oktober 2002
Kartika.

Rendani membuka lembaran kedua di genggamannya. mulai mendongkak untuk menahan air mata meskipun sebenarnya tak ada satu manusiapun yang memergokinya di dalam rumah kosong yang sudah tak berpenghuni selama 9 tahun itu. dengan hati-hati dia membuka kertas yang sedari tadi sudah dilapnya dari debu, warnanya sama dengan kertas pertama, hampir kuning.

jangan terkejut ya, surat ini harus terpisah.harusnya aku tempel saja bersama surat kemari itu. aku telat menyadarinya. telat sekali. ya. mungkin aku kelupaan lagi. tetapi kemudian aku tersadar satu hal. bahwa itu semua bukannya aku ini tak tau diri. juga bukan aku ingin membela diri. bukan seperti aku kelabakan atas pengakuan kesalahku kemarin. bukan, tapi aku menyadari satu hal. bahwa semenjak mengenalmu aku memang merasa terkadang segalanya sudah benar padahal mungkin tidak. mungkin aku pelupa, mungkin aku bodoh, mungkin aku ceroboh, mungkin aku ... semua kemungkinan yang selalu terlambat kusadari itu, semuanya, sesuatu yang hanya terjadi dan terampuni dalam cinta.
jadi sebenarnya dua lembar suratku ini isinya hanya satu saja. cinta. dari sana bermuasal dari sana bermuara pula. iya. cinta, rendani. cinta. bagaimana aku bisa lupa yang satu ini.
Kuta, 12 Oktober 2002
Kartika.

12 Oktober 2002. barangkali ribuan orang diluar sana ingat betul ini bukan sembarang runutan tanggalan saja. barangkali masih teringat apa yang terjadi di jl. legian pukul 23.00 malam tanggal 12 itu di sana. Kartika bekerja di salah satu cafe disana. shift malam. dan malam itu sebelum sempat paginya dia memberikan suratnya kepada rendani, yang dua hari ini menjadi berbeda sikapnya padanya entah karena apa. Rendani tidak pernah seperti itu sebelumnya. membuat Kartika menjadi begitu bersalah saat tiba-tiba pria itu mengiriminya pesan meminta maaf. Kartika takut sekali. tak ada firasat apapun selain perasaan bersalah yang tak tau dari mana datang menyerangnya bertubi-tubi setiap malam itu.Kartika, dia tak pernah tau, Rendani berfirasat, segala kesementaraan itu telah terasa semakin dekat. Kartika akan hilang darinya. Rendani hanya ingin meminta maaf saja. entah. untuk kesalahan yang mana. 

dan pagi itu saat dia menyalakan TV di Apartementnya, saat dia sedang mengaduk cangkir kopinya sebuah suara yang berasal dari TV menyentaknya hingga menjatuhkan cangkirnya ke lantai. pecah. tak sepecah hatinya saat itu. tak seberantakan perasaannya seketika itu.dan semuanya seperti berkesudahan saat nama Desak Kartika Ayu berada dalam daftar 202 korban meninggal. dunianya seperti pelan-pelan tenggelam.

dan kini, 10 tahun semuanya berlalu, kaki Rendani baru mampu melangkah ke rumah Kartika yang sendirian saja hidup di Kuta semenjak seluruh keluarganya meninggal di sebuah desa di Nusa Tenggara Barat hanya karena masala sepele. masalah keterbelakangan pendidikan. yang memacu saling tuduh tanpa penyelesaian mufakat .

ya. kesementaraan ini terlalu kentara. rasanya lebih lama dia kehilangan Kartika dibanding bersamanya. kebersamaan bersama Kartika yang hanyalah kesementaraan. kehilangannya terasa begitu kekal. hingga sepuluh tahun, dan dia masih belum mampu menahan tangis membaca tulisan tangan kekasihnya itu.


  
  

 
  
                                                                               

Selasa, 30 Oktober 2012

kalah

Di belakang tembok yang sedang kupunggungi sedang menari ribuan rintik air dari langit diatas tanah. mereka berdansa menggumam nada bersahutan. suaranya gemerincing, suaranya dingin, suaranya merambatkan sunyi. 
Bising yang sedari tadi menarik kaki untuk menghentak dan menyihir bibir yang  menggumam mengikuti suara dari dalam benda balok berlayar terang 30 sentimeter dari mataku ini seketika lumpuh. kalah dengan tarian magis air yang hanya dilihat oleh telingaku itu.
segalanya mendadak sunyi. aku tidak suka dengan sunyi pada sore hari menjelang senja seperti ini. 
biasanya dia menghanyutkan banyak sekali rindu dari segala muara.
dan apalagi sore hari yang sunyi karena tarian air langit yang merenggut senja. langit menggelap, dingin mengepung, suara alam menggema disegala sudut. bukan hanya menghanyutkan, dia akan membanjiriku dengan, rindu.
iya. segala kata yang kutata sedari awal tadi sebenarnya hanya caraku menjelaskan bahwa,
sore ini aku telah kalah pada rindu.

...

" Gue baru tau kenapa Tuhan menciptakan manusia itu tidak ada yang sempurna, karena DIA juga akan menciptakan manusia lain yang akan menjadi pasangan hidup kita dan akan mengisi ketidak sempurnaan masing-masing. agar menjadi satu bagian yang tak terpisahkan, saling mengisi kekurangan sehingga menjadi sesuatu yang utuh. Sempurna "  - Marsha Timothy dan Vino Giovanni Bastian.