dari keinginan sebiasa ini, aku memulainya. memanggil-manggil imajinasi liar yang mungkin masih berkeliaran di luasnya rimba pikiranku. secarik kertas putih telah kurelakan kupaksa untuk ku nodai, ku acak, dan ku kotori dengan kilatan-kilatan tinta pena yang menuruti perintah isi tempurung kepala ini.
hingga titik terakhir goresan tintaku, aku masih begitu menggebu. aku masih begitu busung untuk menjadi master chef peracik kata yang begitu besar. semunya, imajinasi tentang yang aku tulis, imajinasi tentang menjadi besar sudah berebutan muncul. membedakan mereka adalah beban dalam tarikan penaku.
waktu telah menjadi seperti musim hujan yang tertidur oleh kecongkakan matahari yang memamerkan kekuatannya. betapa banyak yang telah kugoreskan diatas benda tipis putih itu! betapapun itu, nyatanya, aku belum berbeda. aku tak berubah. masih penikmat.bukan peracik.masih korban.bukan penyihir.
aku berkaca. menyandingkan hasilku dengan mereka. aku LANCANG sekali ! sungguh dengan segala kecongkakan yang mengukung diri aku telah menyandingkannya! lihatlah, bukankah tak sebulir pasirpun aku punya kebisaan untuk menilai kurangnya karyaku dibanding mereka. tak sedebupun aku punya !
Duhai, bukankah boleh kita bermimpi menjadi orang yang hebat. aku hanya ingin menjadi seperti mereka yang mendecak kagumkan ribuan orang lain dengan modal kata.
kulewati seluruh perputaran matahari yang mengitari bumi ini dengan menemukan bahwa betapa tulusnya mereka dalam menulis. ya Tuhan... sungguh, aku terlalu sombong untuk memikirkan ini sejak awal. Lihatlah, betapa sombongnya aku saat menuliskan semua imajinasi itu ! kesombongan itu datang lewat imajinasiku menjadi seorang hebat ! menjadi seorang besar!
tulisan yang berisi kesombongan, berbumbu ambisi sungguh tak layak sedikitpun untuk dinikmati. racikannya berbahaya rusak oleh bumbu yang salah. Jahat sekali aku terhadap kata ! sedikitpun aku tak tulus pada mereka. aku memaksa mereka. aku memaksa agar terlihat menarik, aku bersikeras membuat mereka terasa memikat, terasa nikmat.sedikitpun tak kupikirkan persaan mereka. mereka mungkin tak ingin disusun seperti itu. sungguh mereka pun, kata-kata itu ingin terlihat mempesona, ingin menjadi bermakna dan berguna. tapi kesombongan yang membelit pikiran ini telah memaksa mereka, menelanjanginya tanpa bisa diterima rasa.
ahhh... tetapi bahkan menjadi seorang yang tulus nyatanya tak semudah mengaduk gula di air mendidih. berulang kali kucoba jujur dengan kata. berulang kali kulawan segala rayuan congkak, duhai sulitnya menuliskan sesuatu yang tulus.
maka dengan meletakkan hati, dengan menggelar segala rasa dan segenap ketundukan pada pencipta kata, aku hanya bisa menuliskan dua kata yang semoga terbaca tulus. untuk kalian semua penikmat kata, pengagum kata, aku menulis dua kata dengan tulus : SELAMAT MEMBACA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for your sweet comments on my blog! will reply it as soon as it possible :D