Jumat, 11 Mei 2012

Ibu, anakmu ingin bercerita sedikit.

Ibu. Engkau tahu berapa usia anakmu ini? Dua puluh tahun lebih. Iya. Ibu pasti tidak menyangka secepat ini ibu menua. Tidak, bu. Aku masih yang dulu. Yang diam-diam melanggar nasehatmu, yang diam-diam menangis dalam sujud karena membohongimu sesekali. Ibu tidak menua. Aku yang tumbuh begitu cepat.

Aku memang sudah tak disampingmu sekarang tapi, kan aku tidak berpindah dari doa-doamu, pun begitu denganmu.
yang kemudian berbeda,bu. aku tidak bisa menceritakan banyak hal pada ibu. segalanya yang tak bisa selesai pada tulisan dan telfon. salah satunya tentang seorang lelaki yang sudah menguasai hari-hariku. Bukan. Mungkin aku salah menuliskannya hingga ibu berniat memarahinya, bukan? aku hanya salah menuliskannya saja,bu.

usiaku sudah duapuluh tahun lebih. menyukai lelaki barangkali aku sudah terlatih. Mengagumi para pemilik rusuk sempurna wanita itu mungkin sering kualami. menyembunyikan rasa pada lelaki mungkin aku sering memainkannya. tapi kemudian, mencintai. Menjatuhkan segala rasa dan menitipkan seluruh hati pada satu orang lelaki saja, aku belum terlalu memahaminya.

semua ini bu, berawal dari iseng bermain. Ah. BUKAN. Tidak. Aku ingin meralat semua yang sempat kuduga-duga dari awal. Bermain itukan, menggunakan Akal. Tapi, belakangan aku sadar aku menggunakan rasa, bu. melibatakan seluruh perasaanku.Bagaimana tidak. Akal tidak akan mampu menggerakkan bibirku melengkung seperti bulan sabit setiap kali memikirkan membalas kalimatnya. bagaimana mungkin jika ini bukan rasa, aku kemudian memikirkannya tanpa sadar diantara segala tentang Ibu dan keluarga kita dalam perputaran hidupku.

Usiaku sudah Duapuluh tahun lebih. bukan saatnya aku kucing-kucingan dengan perasaan, bukan bu? Aku suka sekali menulis. barangkali ibu lupa, aku juga suka sekali bercanda.tapi ternyata bu, perasaan tidak layak dibercandakan. Tuhan tidak menyukainya. maka kemudian, mungkin DIA mengutus MalaikatNya mengubah segala bercandaan menjadi nyata senyata padi yang bisa menjadi nasi.

AKU JATUH CINTA, bu.

tidak perlu kujelaskan kenapa. Aku merasakannya. Itu yang perlu ibu pahami dan terima lalu restui.

Lelaki itu, bu. Melamahkan lututku, melumpuhkan jantungku setiap kata-katanya mengahampiriku. tapi dia juga yang mengulurkan tanggannya dari jauh untuk membantuku berdiri disisinya.

Astaga. Ibu. Kami sudah saling mencemaskan. sudah seperti, kita kan, bu?

Lelaki ini pernah menginginkan menjadi lebih dihatiku dibanding yang lain. Bagaimana bisa. Semuanya telah penuh dengannya bu. tidak ada lagi sisa jika dia hendak memintakan lebih. kemana aku harus meminta hati lain. 

mungkin lucu jika aku kemudian menuliskan ini. 

kami belum bertemu bu. Jari kami belum sekalipun menaut. ya. tentu saja. seharusnya begitu. tapi mata kami hanya bertemu lewat lensa buatan. bukan lensa titipan Tuhan. kami berbicara lewat kabel-kabel udara kasat mata yang memangkas jarak beribu kilometer itu. hubungan macam apa, kan bu? ibu gusar? Jangan, bu.

Aku sudah yakin,diatas sana semua menertawai atau sinis meragukan kami. Itu wajar. karena CINTA ITU DIRASAKAN. Cinta tidak didefinisikan, direka-reka, dipertanyakan dan dirunut urut awal mulanya dengan akal.

mereka yang menertawai kami atau meragukan kami, wajar. mereka tak merasakan cinta sepertiku atau bolehkah kusebut, cinta seperti yang KAMI rasakan. mereka hanya menduga-duga cinta seperti definisi apa yang dipikirkan mereka saat itu. ya. aku pun pernah begitu. 
lalu aku kemudian merasakan Cinta ini dengannya. kemudian aku paham, memaklumi segala ketidakpercayaan terhadap perasaan yang sedang mengunggkungi kami itu akan menjadi salah satu yang membuat mereka juga memahami aku sungguh sedang mencinta.

Dan, Ibu. Aku tak berani memintanya langsung. 

Aku meminta pada Tuhan lewat tulisan ini untuk disampaikan padamu. Restui anakmu ini agar Tuhan pun merestui kami dan mereka yang menertawai atau meragukan kami yakin saat menjadi saksi dia merepalkan namaku didepan waliku kelak.

mungkin terlalu dini aku menuliskan semua ini tapi, tidak ada doa yang terlalu dini. Ini doa, bu. Bukan sekedar tulisan celotehan orang yang sedang tak karuan rasanya.

Kepadamu yang menjatuhkan hatiku begitu cepat, Kau bahagia? Lihatlah, aku baru saja bercerita pada Tuhan dan Ibuku, tentang betapa sedang bahagianya aku. ya. itu karenamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks for your sweet comments on my blog! will reply it as soon as it possible :D