Satu ( hati ) yang sedang Jatuh Cinta.
Artatia
sedang tak mau begitu saja melepaskan lengkungan senyumannya sambil memeluk
boneka Teddy Bear berwarna merah
muda. Sesekali dia terbahak dalam kamarnya yang sunyi itu. Sebenarnya semua
benda-benda dikamarnya sudah bergunjing membicarakan kelakukannya akhir-akhir
ini. Bersila di atas tempat tidur, memeluk Teddy
Bear, memandangi layar Smartphone nya lalu mulai memasang senyum yang akan
lenyap saat dia terlelap itu. Bahkan ketika tawa lepasnya itu bergaung, lemari
baju, folder, kaca, parfume bahkan keset kaki kamar mandinya seolah ingin tau
apa yang sebenarnya membuat Gadis yang memang doyan tertawa itu terlihat lepas.
Ada yang berbeda dengan tawanya. Ada yang berbeda dengan caranya memulai
senyuman. Seolah semburat jingga senja oleh Tuhan dipindah tangankan ke kedua
pipinya itu.
Bukan. Mereka bergunjing bukan
karena terganggu dan iri. Mereka hanya penasaran dengan cara Artatia menyulap
temaram kamar menjadi seperti ada banyak bintang dan bulan tertempel di
langit-langit kamar. Mereka ingin tau, sebenarnya mantra apa yang tertera di
layar benda kotak ditangan Artatia sampai senyumnya hanya mau dia lepaskan
ketika lelap itu.
Sebagian orang di dunia mungkin
paham, mantra apa yang tertera di layar beberapa inchi itu. Beberapa orang
mungkin maklum, dan bahkan mahfum lalu ikut tersenyum dengan alasan Artatia.
Yah. Benda-benda itu tentu saja tak tau, mereka tak akan pernah merasakan
mantra itu seumur hidupnya di dunia ini.
Artatia berdiri, mengambil Headset
nya.
“ Kalau sudah seperti itu, sebentar
lagi dia tertidur, senyumnya tenggelam, lalu cahaya lampu meredup sendiri dan
sunyi kembali bernyanyi dikamar ini”
Lagu yang sama. Penghantar tidurnya.
Lagu lama yang belakangan muncul di layar smartphonenya, lagu yang membiusnya
lewat kabel kasat mata yang diujungnya terduduk lelaki dengan gitarnya
melantunkan lagu ini sesuai permintaannya.
Bagai bunga harum nafasmu yang kurasa
Santun warna yang beri kesejukan
Hilangkan rasa gelap
Santun warna yang beri kesejukan
Hilangkan rasa gelap
Tepat di kata gelap. Lampu
meredup sendiri, sunyi merambat, senyumannya lenyap. Artatia sudah terlelap.
“ GAZZY KAMU
BILANG, YA?? Oh my God, I’m Shock !”
“ Kamu nggak sendirian terkejut seperti ini, Nin.” Artatia tersenyum lalu
menepuk pundak Nindy yang masih belum mampu mengusir ekspresi terkejutnya itu.
Artatia tersenyum sekali lagi. Ya. Gazzy yang—kata sebagian besar
temannya begitu pendiam—Gazzy yang tidak meninggalkan satu beritapun untuknya.
Sejak awal dia merasa ada yang berdenting di debarnya setiap berkelebat
bayangan lelaki itu, Dia sudah ingin mencari tahu banyak sekali hal tentang
Gazzy. Tapi semuanya dihentikan. Dia ingin, menerima Gazzy seperti yg dia tahu.
Dia ingin jika itu hal yang tidak baik, itu dia dengar sendiri dari Gazzy,
bukan orang lain.
Dia sudah tau semua orang akan terkejut. Bukan. Meskipun bukan Gazzy,
tetapi banyak sahabatnya yang paham sekali kekerasan hatinya dan keangkuhan dia
dalam menerima perhatian lelaki selama ini pasti akan terkejut jika akhirnya
dia menjatuhkan pilihannya pada seorang lelaki. Dan itu Gazzy. Terkejut pangkat
dua.
Artatia yang sebenarnya telah lama mengenal Gazzy. Telah lama pikirannya
itu tercetak tentang Gazzy yang santun, pendiam, pintar dan murah senyum itu.
Tapi tak pernah terkirim ke perasaannya . Sungguh. Hanya tercetak dipikiran,
tertinggal disana, terbingkai dan terpajang begitu saja, tak pernah dia kirim
ke hati.
Bagai sirna semua kata yang tak terungkap
Segala rasa yang tak pernah bicara
Tak pernah tak terucap
Tetapi kesengajaan Tuhan yang—sering lebih senang diartikan takdir oleh
orang-orang—itu mempertemukan Artatia dan Gazzy sekali lagi. Kali ini, Tuhan
seperti menjawab setiap doa mereka. Setiap sujud mereka Tuhan mendekatkan
sehelai cinta hingga akhirnya jarak itu menjadi sedekat doa itu sendiri.
Artatia telah menetapkan. Dia tidak ingin menyebut itu kapan, yang jelas
pernah ada hari dimana dia bersyukur sekali dipertemukan dengan Gazzy lagi dan
ada hari dimana segala kebahagiaan dimulai dari suara Gazzy diujung sambungan
telfon.
Semenjak hari itu dia memutuskan, kepada Gazzylah dia memulangkan
segalanya. Hatinya, resahnya, keluhnya, sanjungnya, khawatirnya, tawanya,
cemberutnya, tangisnya, dan kepercayaannya. Segalanya.
Satu hati yang kuberi cinta kuberi rasa
Kuberikan sanjungan
Tuk saling cinta saling menjaga
Tuk saling menyatukan
Kuberikan sanjungan
Tuk saling cinta saling menjaga
Tuk saling menyatukan
“ Dia terbangun. Ah. Aku benar-benar penasaran sebenarnya apa yang dia
lihat dilayar kecil itu ? Lihat. Matanya belum membuka sempurna, tapi pipinya
sudah bersemi lagi. Ah. Senyumannya itu, sebentar lagi cahaya akan berpendar
dikamar ini. Membaur bersama silau matahari. Hei, kalian penasaran juga kan
yang dilihatnya itu apa?”
Artatia meletakkan Smartphone nya, Bangkit, terduduk lalu merentangkan
tangannya, menghela udara pagi yang masuk melalui celah ventilasi kecil diatas
kusen jendela kamarnya, lalu masih tersenyum dia berdiri menuju kamar mandi.
Kaca diatas lemari mungilnya itu bergeser, dia ingin memantulkan yang ada
dilayar Smartphone milik Artatia yang masih menyala.
Ada foto lelaki berukuran kecil di pojok kiri layar, sedang tersenyum,
disampingnya tertulis Gazzy. Lalu dibawahnya, didalam kotak buble ada sebuah
tulisan :
Buka matamu yang
bersinar itu, gelap akan lenyap, sayang. Aku Mencintaimu, Tia.
* posting dua cerita dibawahnya. sambil belajar :)
* posting dua cerita dibawahnya. sambil belajar :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for your sweet comments on my blog! will reply it as soon as it possible :D